Saya menurunkan tulisan ini setelah saya prihatin melihat adanya
beberapa hal yang menurut saya bias dan tidak relevan antara pernyataan
para pejabat/lembaga terkait dengan fakta dilapangan sehubungan dengan
diterbitkannya e-KTP secara nasional.
Saat ini terjadi semacam ‘pembodohan’ publik, terkait dengan penerbitan
e-KTP di Indonesia. Mengapa saya bisa mengambil kesimpulan seperti itu ?
Kita mulai dahulu dengan definisi e-KTP. Apa itu e-KTP ?
e-KTP sesuai dengan informasi dari situs wikipedia adalah electronic-KTP
(e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara
elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya
berfungsi secara komputerisasi.
Mari kita cermati definisi diatas. Kata kuncinya ada pada kata kata terakhir, yaitu berfungsi secara komputerisasi.
Artinya apa ?
e-KTP hanya berfungsi bila didukung dengan teknologi dan perangkat
komputer. Berarti, bila tidak didukung oleh perangkat Komputer, maka
fungsi ‘electronic’ nya akan hilang atau terabaikan dan menjadi seperti
KTP konvensional biasa.
e-KTP dan KTP konvensional, sama sama berfungsi sebagai Kartu Pengenal
(Identitas). Nah sekarang, apakah perbedaan antara e-KTP dan
Konvensional ?
Saya mencoba merangkum dari berbagai sumber dan perbedaan yang paling sisgnificant adalah :
1. Pada fisik e-KTP terdapat struktur yang terdiri dari sembilan layer yang akan meningkatkan pengamanan dibanding KTP konvensional. Ada sebuah Chip yang
ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas.
Chip ini memiliki antena didalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang akan dikenali oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut berada di tangan orang yang benar atau tidak.
2. e-KTP mampu menyimpan data secara electronic sehingga data yang
telah tersimpan, tidak dapat dimanipulasi oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab.`
Sekali saya tegaskan bahwa e-KTP tidak dapat berfungsi secara
electronic bila tidak dihubungkan dengan ‘electronic devices’ lainnya
seperti card reader, software, network, database dlsb.
Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sebuah e-KTP itu asli atau palsu ?
Tentu cara yang paling efektif adalah dengan menggunakan Card
Reader, yang mana Card reader dapat mendeteksi e-KTP tsb secara
selectronic apakah asli atau bukan. Card reader tentu saja harus
terkoneksi dengan data base, agar dapat diakses data yang terkait dengan
e-KTP yang bersangkutan.
Pertanyaannya adalah bisakah kita mengetahui sebuah e-KTP asli
atau bukan bila kita tidak menggunakan Card reader ? Dimana kita bisa
dapatkan Card Reader atau tempat resmi untuk melakukan verifikasi e-KTP ?
Semuanya ini belum disusun sistemnya !
Nah, disinilah letak kelemahan program e-KTP massal ini. Sebab
yang sekarang dilakukan oleh pemerintah sekarang hanya memproduksi
secara massal e-KTP sebatas fisik Kartunya saja (artinya hanya sebatas
berfungsi sebagai kartu pengenal Identitas diri), sedangkan sarana dan
prasarana, fasilitas pendukung, kebijakan pemerintah dan sistem
penggunaan e-KTP agar dapat berfungsi secara electronic tidak dibangun
secara komprehensif.
Memang harus diakui, dengan eadanya e-KTP, tidak akan ada lagi
penduduk Indonesia yang memiliki KTP ganda, tapi bukan berarti e-KTP tidak bisa dipalsu.
Maksudnya begini, fungsi utama kartu identitas adalah sebagai alat
bukti bahwa benar data pemegang KTP tsb sesuai yang tertera pada KTP.
Nah, bila kartunya saja sudah dipalsukan, tentu saja data dan foto serta
tandatangan sudah dimanipulasi.
Mengapa fisik kartu e-KTP mudah sekali dipalsukan ?
Karena secara fisik, e-KTP tidak ada bedanya dengan KTP Konvensional,
jadi yang tampak adalah kartu plastik biasa. (padahal didalam kartu
e-KTP terdapat Chip dan rangkaian electronic namun tidak terlihat).
Artinya sama saja dengan KTP Konvensional, dan tentu saja ini bisa
dipalsu atau digandakan.
Berikut ini akan saya berikan ilustrasinya :
1. Kasus pemalsuan Identitas.
Bila anda datang ke Bank, dan akan membuka Rekening, atau menarik
sejumlah dana dari rekening anda, tentu yang pertama diminta petugas
bank adalah e-KTP asli anda. Bank berusaha mengamankan seluruh rekening
nasabahnya dan hanya mengijinkan pemilik rekening yang berhak menarik
dana. Untuk itulah anda harus bisa menunjukkan bukti kepada petugas
bank, bahwa anda memang pemilik rekening dan berhak atas penarikan dana
dari rekening anda sendiri. Kemudian anda menyerahkan e-KTP anda sebagai
bukti identitas diri anda.
Pertanyaannya, bagaimana bank bisa mengetahui e-KTP anda
asli atau palsu, bila tidak tersedia card reader dan tidak tersambung
dengan Pusat Data ?
Yang bisa dilakukan oleh petugas bank tersebut semata mata hanyalah
mencocokkanwajah dan tandatangan anda, apakah sesuai yang tertera di KTP
atau tidak. Hanya sebatas itu saja. Dan Bank hanya memfotocopy KTP
anda, lalu menyimpan nya sebagai arsip dan bukti pembukuan bank.
Dalam kasus ini, dimana letak perbedaan e-KTP dan KTP konvensional ? Sama saja bukan?
2. Arsip yang disimpan berupa foto copy
Masih berkaitan dengan butir 1 diatas, setelah anda pergi meninggalkan
bank, yang tertinggal dan tersimpan sebagai arsip bukti identitas anda
hanyalah selembar fotocopy e-KTP. Sedangkan dokumen berupa fotocopy,
sangat mudah dipalsu dan dimanipulasi.
Seharusnya, e-KTP digunakan sebagai bukti transaksi ketika kartu anda
terdeteksi oleh Card Reader. Jadi arsip yang disimpan berupa data dan
informasi, bukanlah selembar kertas hasil fotocopy !
Nah, kembali lagi, itu semua hanya bisa terjadi bila bank telah
dilengkapi dengan Card Reader dan terhubung dengan pusat data. Tapi apa
yang sekarang terjadi adalah, jangankan mengurusi Card Reader,
sedangkan proses pembuatan kartunya saja masih bermasalah dan belum
juga selesai ?

Apakah itu hanya buang buang uang saja, sebab pada kenyataannya, e-KTP tidak bisa difungsikan secara optimal, artinya hanya sebatas sebagai kartu identitas diri saja meskipun fungsi e-KTP dapat menjamin bahwa masing masing penduduk hanya memiliki satu kartu saja.
Atau itu hanya sekedar ‘bluffing’ agar memberi kesan bahwa negara kita sudah punya sistem administrasi kependudukan yang baik seperti yang dilakukan oleh negara maju lainnya ?
Sementara itu, pihak yang berkepentingan terutama Kemendagri menyatakan bahwa secara bertahap e-KTP akan disempurnakan. Tapi kapan e-KTP bisa dioptimalkan fungsinya , terutama fungsi data electronic didalamnya ? Tidak semudah itu, sebab perlu anggaran yang besar , sistem yang baik dan melibatkan banyak pihak terutama berkaitan dengan fungsi elektronik yang dapat mendukung transaksi keuangan/bisnis dan kebutuhan lainnya.
Menurut saya masalahnya bukan itu, seharusnya proyek e-KTP secara massal (nasional) harus dilaksanakan secara paket dan komprehensif, maksudnya harus pula disediakan anggaran untuk membangun struktur dan infrastruktur sehingga dapat berfungsi secara masimal. Oleh sebab itu, diperlukan biaya dan alokasi anggaran yang sangat besar.
Karena sebab itulah maka tidak semua negara mampu menyelenggarakan proyek e-KTP secara nasional.
Bila hanya sekedar memproduksi fisik kartu e-KTP yang berfungsi sebagai kartu identitas diri dan mencegah adanya KTP ganda, rasa rasanya biaya yang telah dikeluarkan yaitu Rp. 5,8 Triliun dinilai terlalu besar, artinya tidak sebanding dengan manfaatnya.
bukankah begitu?????
0 comments:
Post a Comment